Powered By Blogger

Sabtu, 07 Januari 2012

MAKALAH ASSESMEN, ABDUL.LATIF

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penilaian didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi tentang kinerja siswa, untuk digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan Penilaian merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya.
Menurut Mardapi, (2004), penilaian dan pembelajaran adalah dua kegiatan yang saling mendukung, upaya peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilakukan melalui upaya perbaikan sistem penilaian.
Sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dalam memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem penilaian yang diterapkan.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah ini sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan assessment?
2.      Bagaimana membuat suatu penilaian yang baik?
3.      Bagaimanakah jenis-jenis penilaian itu?
C.    Tujuan
Setelah meihat rumusan diatas, maka kita disuruh untuk:
1.      Mengetahui pengertian assessment
2.      Mengetahui pembuatan penilaian yang baik
3.      Mengetahui jenis jenis penilaian







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Penilaian (Assessment)
Istilah asesmen (assessment) diartikan oleh Stiggins (1994) sebagai penilaian proses, kemajuan, dan hasil belajar siswa (outcomes). Sementara itu asesmen diartikan oleh Kumano (2001) sebagai “ The process of Collecting data which shows the development of learning”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asesmen merupakan istilah yang tepat untuk penilaian proses belajar siswa. Namun meskipun proses belajar siswa merupakan hal penting yang dinilai dalam asesmen, faktor hasil belajar juga tetap tidak dikesampingkan.
Wiggins (1984) menyatakan bahwa asesmen merupakan sarana yang secara kronologis membantu guru dalam memonitor siswa. Oleh karena itu, maka Popham (1995) menyatakan bahwa asesmen sudah seharusnya merupakan bagian dari pembelajaran, bukan merupakan hal yang terpisahkan. Resnick (1985) menyatakan bahwa pada hakikatnya asesmen menitikberatkan penilaian pada proses belajar siswa. Berkaitan dengan hal tersebut, Marzano et al. (1994) menyatakan bahwa dalam mengungkap penguasaan konsep siswa, asesmen tidak hanya mengungkap konsep yang telah dicapai, akan tetapi juga tentang proses perkembangan bagaimana suatu konsep tersebut diperoleh. Dalam hal ini asesmen tidak hanya dapat menilai hasil dan proses belajar siswa, akan tetapi juga kemajuan belajarnya.
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai, kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar.
Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris.
Banyak orang mencampuradukkan pengertian antara evaluasi, pengukuran (measurement), tes, dan penilaian (assessment), padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan keputusan nilai (value judgement).
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu.
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Zainul (1995) menambahkan bahwa penilaian adalah suatu proses yang sistematis dan terencana untuk mengambil keputusan tentang pencapaian tujuan pembelajaran dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun nontes
Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas.
Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam penilaian pembelajaran, yakni  1) adanya proses yang terencana dan sistematis  2) adanya tujuan pembelajaran yang akan dicapai, dan 3) adanya informasi atau data sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan (Purwanto 1984)
B.     Karakteristik-karakteristik penting Asesmen yang baik
Penilaian mencapai level mutu tinggi jika penilaian menghasilkan informasi yang reliable, valid, dan berguna tentang kinerja siswa (Carey,2001), penilaian bermutu juga harus adil (McMillan, 2001). Validitas dan realibilitas  akan mempengaruhi konsistensi dan akurasi dari inferensi atau kesimpulan guru yang diambil dari informasi penilaian siswanya.
a.      Validitas
Validitas adalah Sejauh mana penilaian mengukur apa-apa yang hendak diukur, validitas juga mencakup seberapa akurat dan bergunakah inferensi guru tentang penilaian tersebut. Inferensi adalah kesimpulan yang diambil seseorang dari informasi. Penilaian kita terhadap siswa merupakan sampel dari pembelajaran siswa (Gredler,1999). Sumber informasi terpenting bagi validitas dikelas adalah bukti yang berhubungan dengan isi pelajaran, sejauh mana penilaian itu merefleksikan apa yang telah kita ajarkan (McMilan, 2001). Upaya menghubungkan intruksi dan penilaian dikelas telah memunculkan konsep validitas Instruksional maksudnya sejauh mana penilaian merupakan sampel yang reasonable dari apa-apa yang sebenarnya terjadi dikelas. Misalnya penilaian kelas harus merefleksikan baik itu apa yang diajarkan guru maupun kesempatan siswa untuk mempelajari materi.
Para Psikolog membedakan beberapa jenis validitas, yang masing-masing penting untuk situasi yang berbeda. Tiga jenis validitas yang penting bagi para pengajar dan praktisi lainnya adalah validitas isi, validitas prediktif dan validitas konstruk.


b.      Validitas Isi
Sebagai guru kelas, biasanya kita akan sangat terfokus pada validitas isi, yaitu sejauh mana berbagai pertanyaan dan tugas asesmen merupakan sebuah sampel yang representative dari seluruh isi pengetahuan dan keterampilan yang kita nilai. Validitas isi yang tinggi sangat penting, ketika kita menggunakan instrument penelitian untuk tujuan evaluasi sumatif yaitu untuk menentukan pengetahuan dan
keterampilan apa yang telah dikuasai siswa dalam kaitannya dengan tujuan-tujuan pengajaran yang penting
c.       Validitas Prediktif
Yaitu sejauh mana instrument asesmen memprediksi performa masa depan dibidang tertentu. Tes dengan validitas prediktif yang tinggi memprediksi prilaku itu tersebut dengan cukup tinggi, begitu sebaliknya tes validitas prediktif yang rendah memprediksi prilaku itu dengan rendah juga, terkadang dalam pemberian tes didasarkan kepada kelompok usia, dimana siswa yang mempunyai usia dewasa juga mempunyai validitas prediktif yang tinggi begitu sebaliknya.
a.       Validitas Konstruktif
Dalam psikolog , konstruk adalah sifat internal yang dihipotesikan yang tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari konsistensi yang kita lihat dalam prilaku seseorang. Validitas konstruk artinya sejauh mana suatu instrument asesmen benar-benar mengukur karakteristik yang abstrak dan tidak dapat diamati. Validitas konstruk adalah focus utama ketika kita mengambil kesimpulan umum tentang sifat dan kemampuan siswa sehingga kita dapat menyesuaikan metode-metode dan bahan-bahan pengajaran dengan lebih baik untuk memenuhi kebutuhan individual mereka.
b.      Reliabilitas
Realibilitas sebagai sejauh mana sebuah tes menghasilkan nilai yang konsisten dan dapat direproduksi. Nilai yang reliable adalah nilai yang stabil, dependable, dan relative bebas dari kesalahan pengukuran. Konsistensi tergantung pada situasi dalam pelaksanaan tes dan factor siswa yang bervariasi dari satu tes ketes lainnya. (McMillan,2001).
Realibilitas adalah tentang penentuan seberapa konsistenkah penilaian itu mengukur hal-hal yang akan diukur. Realibilitas akan berkurang akibat kesalahan dalam penguran. Siswa mungkin mempunyai pengetahuan dan keahlian yang cukup namun tidak bias mengerjakan tes secara konsisten pada beberapa tes dikarenakan sejumlah factor. Factor-faktor internal antara lain,kesehatan motivasi, dan kecemasan. Factor eksternal anatara lain petunjuk guru yang kurang jelas, sampel informasi yang buruk.
c.       Keadilan
Penilaian dikatakan fair apabila semua siswa mendapat kesempatan yang sama untuk belajar dan menunjukkan kemampuan dan pengetahuan mereka.(Rearden, 2001). Penilaian adalah adil jika guru membuat target pembelajaran yang tepat, memberi pelajaran dan materi yang baik untuk mencapai target tersebut, dan menggunakan penilaian merefleksikan target, isi materi , dan instruksi.


C.    Jenis-Jenis Penilaian
Gabel (1993: 388-390) mengkategorikan asesmen  atau penilaian ke dalam kedua kelompok besar yaitu asesmen atau penilaian tradisional dan asesmen atau penilaian  alternatif. Asesmen yang tergolong tradisional adalah tes benar-salah, tes pilihan ganda, tes melengkapi, dan tes jawaban terbatas, essay/uraian,. Sementara itu yang tergolong ke dalam asesmen alternatif (non-tes) adalah penilaian praktek, penilaian proyek kuesioner, inventori, daftar Cek, penilaian oleh teman sebaya/sejawat, penilaian diri (self assessment), portofolio, observasi, diskusi dan interviu (wawancara).
1.      Ujian Tradisional
Tes atau ujian tradisional biasanya ujian dengan menggunakan kertas soal dan jawaban dimana siswa mengerjakan soal pilihan, menghitung, member jawaban pendek, atau menulis essay. Dua tipe soal utama dalam penilaian adalah  Soal dengan jawaban memilih, dan soal yang harus dijawab.
2.      Soal Jawaban Pilihan
Soal dengan jawaban pilihan menggunakan format obyektif yang akan mempercepat penilaian hasil jawaban siswa. Penilaian untuk jawaban yang benar dibuat dan dapat diaplikasikan oleh penguji atau dengan menggunakan computer. Bentuk soal jenis ini yang paling lazim dipakai adalah :

3.      Soal Benar Salah
Soal benar salah meminta siswa untuk menandai apakah sebuah pernyataan adalah benar atau salah.

4.      Soal Pilihan Ganda
Terdiri dari dua bagian yaitu soal dan satu set jawaban yang mungkin. Soal berbentuk pertanyaan atau pernyataan dan diikuti satu set jawaban yang harus dipilih yang benar.
Untuk menyusun tes pilihan ganda yang baik hendaknya penyusun memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a.       pernyataan soal hendaknya sejelas-jelasnya dengan gramatika dan pungtuasi yang benar. Dengan demikian siswa tidak terjebak oleh penggunaan gramatika dan pungtuasi yang salah.
b.      Option yang disajikan (empat atau lima buah) hendaknya dari bidang yang sama.
c.       Dalam sistem (kalimat pokoknya) hendaknya mencakup dan sesuai dengan rangkaian manapun yang dipilih.
d.      Kalimat pokok dalam setiap butir soal hendaknya tidak tergantung pada butir-butir soal yang lain.
e.       Option yang disajikan hendaknya jangan tumpang tindih, meskipun option yang baik adalah option yang perbedaannya tipis sekali sehingga menyebabkan siswa berpikir lebih lama.
f.       Hindarkan penggunaan susunan pernyataan persis di dalam buku pelajaran.
g.      Option yang disajikan hendaknya baik dalam panjangnya, sifat uraiannya maupun secara teknis.
5.      Soal Mencocokkan atau memasangkan pertanyaan dengan jawaban
Dimana siswa harus mencocokkan satu kelompok soal secara tepat dengan satu kelompok jawaban (Hambleton, 1996)
Ragam soal jenis ini terdiri dari satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawaban dalam serentetan seri jawaban yang disediakan. Tugas siswa dalam ragam soal jenis ini adalah mencari dan menjodohkan masing-masing dengan jawaban-jawaban yang tersedia dalam kolom terjodoh (seri jawaban). Jenis tes ini cocok untuk mengukur kemampuan identifikasi hubungan antara dua hal. Ragam tes ini terdiri dari dua lajur. Lajur kiri biasanya berisi pernyataan yang belum lengkap sedang lajur kanan soal berisi jawaban atau pelengkap. Petunjuk penyusunan tes menjodohkan adalah sebagai berikut.
a.       Seri pertanyaan dalam tes menjodohkan diusahakan tidak lebih dari sepuluh soal, sebab pertanyaan-pertanyaan yang banyak jelas lebih membingungkan siswa.
b.      Jumlah yang harus dipilih hendaknya harus lebih banyak daripada jumlah soalnya (kurang lebih satu setengah kali). Dengan demikian siswa dihadapkan pada banyak pilihan yang semuanya diusahakan mempunyai kemungkinan benar dan cocok dengan pertanyaan disajikan.
c.       Lingkup bahan yang akan diteskan dalam satu unit tes penjodohan hendaknya bahan yang sejenis.
d.      Tempatkan soal dan jawaban pada halaman yang sama.
6.      Soal yang harus dijawab
Soal yang harus dijawab mensyaratkan agar siswa menuliskan informasi bukan memilih jawaban dari menu. Jawaban singkat dan soal essay adalah bentuk paling lazim dari soal jawaban. Dalam penilaian, banyak soal yang harus dijawab siswa ini membutuhkan penilaian dipihak penguji.
7.      Soal dengan jawaban pendek
Adalah format soal jawab dimana siswa diminta untuk menulis jawaban dalam kalimat pendek.
8.      Soal Essay
Soal essay memberi lebih banyak kebebasan untuk menjawab pertanyaan, tetapi membutuhkan lebih banyak kalimat ketimbang format lain.
9.      Penilaian Alternatif
Salah satu tren terbaru adalah menyuruh siswa untuk memecahkan beberapa type problem autentik atau menyelesaikan suatu proyek atau mendemonstrasikan beberapa keahlian diluar konteks ujian atau essay. (Montgomery, 2001). Tren lainnya adalh menyuruh siswa untuk membuat portofolio pembelajaran untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari(Berrymen & Russel).
Menurut Chalijah (1994: 148) Pengadaan  penilaian atau tes ini akan memberikan informasi pada diri kita. Apakah kita sudah berhasil atau  belum. Belajar akan semakin giat bila kita tahu bahwa kita masih jauh ketinggalan dari orang lain.
Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
1.      Sebagai grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain. Penilaian ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan dibandingkan dengan anak yang lain. Karena itu, fungsi penilaian untuk grading ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).
2.      Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini, fungsi penilaian untuk menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu.
3.      Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai kompetensi.
4.      Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
5.      Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang perlu remidiasi atau pengayaan.
6.      Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.
Dari keenam tujuan penilaian tersebut, tujuan untuk melihat tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, dan diagnostik merupakan peranan utama dalam penilaian.
Sesuai dengan tujuan tersebut, penilaian menuntut guru agar secara langsung atau tak langsung mampu melaksanakan penilaian dalam keseluruhan proses pembelajaran. Untuk menilai sejauhmana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis penilaian perlu diberikan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti unjuk kerja/kinerja (performance), penugasan (proyek), hasil karya (produk), kumpulan hasil kerja siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and pencil test). Jadi, tujuan penilaian adalah memberikan masukan informasi secara komprehensif tentang hasil belajar peserta didik, baik dilihat ketika saat kegiatan pembelajaran berlangsung maupun dilihat dari hasil akhirnya, dengan menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai peserta didik..
D.    Ruang Lingkup Penilaian Hasil Belajar
Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu: (1) domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika – matematika), (2) domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), dan (3) domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Sejauh mana masing-masing domain tersebut memberi sumbangan terhadap sukses seseorang dalam pekerjaan dan kehidupan ? Data hasil penelitian multi kecerdasan menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-matematika yang termasuk dalam domain kognitif memiliki kontribusi hanya sebesar 5 %. Kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi yang termasuk domain afektif memberikan kontribusi yang sangat besar yaitu 80 %. Sedangkan kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spatial dan kecerdasan musikal yang termasuk dalam domain psikomotor memberikan sumbangannya sebesar 5 %
Namun, dalam praxis pendidikan di Indonesia yang tercermin dalam proses belajar-mengajar dan penilaian, yang amat dominan ditekankan justru domain kognitif. Domain ini terutama direfleksikan dalam 4 kelompok mata pelajaran, yaitu bahasa, matematika, sains, dan ilmu-ilmu sosial. Domain psikomotor yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran pendidikan jasmani, keterampilan, dan kesenian cenderung disepelekan. Demikian pula, hal ini terjadi pada domain afektif yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran agama dan kewarganegaraan.
Agar penekanan dalam pengembangan ketiga domain ini disesuaikan dengan proporsi sumbangan masing-masing domain terhadap sukses dalam pekerjaan dan kehidupan, para guru perlu memahami pengertian dan tingkatan tiap domain serta bagaimana menerapkannya dalam proses belajar-mengajar dan penilaian.
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga termasuk perubahan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi  mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral, perkembangan emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.
Kesemuanya itu menuntut adanya perubahan dalam pendekatan dan teknik penilaian pembelajaran siswa. Penilaian memilki peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran, oleh karena itu perlu dirancang dan didesain sedemikian rupa sehingga penilain tersebut memberikan makna bagi setiap orang yang terlibat didalamnya. Setidaknya ada 3 hal yang perlu diperhatikan sehingga penilaian menjadi bermakna yaitu ketika penilaian:
1.      Memilki ciri secara signifikan
2.      Memilki kriteria, prosedur, dan rubrik yang jelas dan dipahami oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder).
3.      Memberikan hasil-hasil yang menyediakan arah/ petunjuk yang jelas untuk peningkatan kualitas pengajaran dan belajar.
E.     Perlunya Standar Penilaian
Dapatkah penilaian meningkatkan standar? Jawaban singkat dari pertanyaan ini adalah ya, dapat. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara signifikan menggunakan penilaian untuk belajar (assessment for learning) lebih efektif bagi guru dalam memperbaiki kualitas pembelajaran. Penilaian juga harus berperan sebagai suatu sarana untuk meningkatkan kualitas belajar setiap siswa. Adapun suatu kejelasan dan hubungan tak terpisahkan antara penilaian, kurikulum, dan pembelajaran.
Menurut  Sumadi ( 1995: 327) Hasil penilaian hendaknya segera diberikan tahukan kepada peserta didik dimana perlu diadakan pembicaraan mengenai hasil itu
Agar penilaian berfungsi dengan baik, maka sangat perlu untuk meletakan standar, yang akan menjadi dasar dan pijakan bagi guru dan praktisi pendidikan dalam melakukan kegiatan penilaian. Oleh karena itu, ada beberapa pihak yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kegiatan ini, yaitu:
1.      Peran guru
Sebagian besar tanggung jawab dalam menerapkan standar penilaian terletak pada tangan guru yang menjadi pelaksana digaris depan. Oleh karena itu, guru perlu memahami dengan baik standar yang ada, memahami pentingnya penilaian yang berkelanjutan, dan perlu mengetahui posisi strategis mereka, sehingga guru mampu meningkatkan praktik penilaian dalam kelas, merencanakan kurikulum, mengembangkan potensi diri siswa, laporan kemajuan dan perkembangan siswa, dan memahami cara pengajaran mereka sendiri.
Peranan guru dalam penilaian lebih efektif jika mampu memanfaatkan informasi hasil penilaian melalui umpan balik. Umpan balik merupakan sarana bagi guru dan siswa untuk mengetahui sejauh mana kemajuan pembelajaran yang telah dilakukan.
Dalam memberikan umpan balik, seorang guru harus fokus pada kualitas pekerjaan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Di samping itu, guru perlu menghindari membandingkan siswa satu dengan yang lainnya, karena hal tersebut dapat menurunkan dorongan, motivasi, dan minat bagi siswa yang memperoleh nilai rendah.
Catatan akhir yang menekankan kompleksitas pemberian umpan balik didapatkan dari penelitian yang dikutip sebelumnya dalam buku ini, yang mendapati bahwa pemberian pujian saja tidak akan meningkatkan prestasi. Umpan balik yang efektif adalah yang ditujukan untuk meningkatkan prestasi, yang nantinya akan membantu rasa percaya diri. Upaya meningkatkan kepercayaan diri dan harapan bahwaini akan meningkatkan prestasi, tidak akan begitu berhasil.
Untuk dapat memaksimalkan peranannya guru dituntut memiliki profesional yang tinggi. Ada lima hal yang harus dimiliki oleh guru agar dapat dikatakan profesional yaitu:
1.      Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya
2.      Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya pada siswa
3.      Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi
4.      Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya
5.      Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesi
Sebagai kesimpulan dari uraian yang diatas, setidaknya ada lima hal peranan dalam penilaian, yaitu guru sebagi mentor, petunjuk jalan, akuntan, reporter, dan direktur program. Kelima hal tersebut dikaitkan dengan tujuan penilaian dapat dielaborasi dalam seperti yang di rangkum pada Tabel 3.1


Tabel. 3.1.  Peranan Guru dan Tujuannya dalam penilaian
Peranan
Tujuan
Guru sebagai monitoring
Memberikan umpan balik dan bantuan kepada setiap siswa
Guru sebagai petunjuk jalan
Mengumpulkan informasi untuk diagnostik kelompok siswa melalui pekerjaan yang telah dikerjakan.
Guru sebagai akuntan
Memperbaiki dan memelihara catatan prestasi dan kemajuan siswa
Guru sebagai reporter
Melaporkan pada orang tua, siswa, dan pengurus sekolah tentang prestasi dan kemajuan siswa
Guru sebagai direktur program
Membuat keputusan dan revisi praktik pengajaran
2.      Peranan Siswa
Keikutsertaan siswa di dalam proses penilaian menjadi penting apabila standar yang digunakan biasa diwujudkan untuk semua siswa.  Mengambil bagian dalam penilaian berarti memberikan peluang kepada para siswa untuk merefleksikan apa yang mereka pelajari dengan membuat rangkaian yang jelas dalam isi dan pikiran. Sehingga diharapkan mereka menemukan sendiri kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menetapkan tahapan belajar selanjutnya yang lebih baik.
Peningkatan prestasi siswa dalam kelas, dimana dikembangkan kemampuan berpikir melalui penilaian diri. Penilaian diri merupakan sarana bagi guru untuk memberikan tanggung jawab kepada siswa untuk belajar dari apa yang telah mereka kerjakan dan apa yang akan mereka kerjakan.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan perlibatan siswa dalam proses penilaian diri yaitu:
a.       Mengembangkan kemampuan siswa untuk merencanakan dan berpikir menyeluruh menyangkut hasil dan ketrampilan mereka
b.      Menciptakan kesadaran siswa akan pentingnya menilai pekerjaan mereka sendiri
c.       Mengembangkan kemampuan siswa untuk saling mengevaluasi penilaian diri satu sama lain asalkan kritik membangun
d.      Mengembangkan kemampuan siswa dalam mengatur sumber daya dan waktu secara lebih efektif.
3.      Peranan sekolah
Sekolah merupakan pusat kegiatan belajar-mengajar dalam proses pendidikan. Baik buruknya kualitas pendidikan dapat dilihat dari tingkat kualitas sekolah. Sekolah merupakan induk kegiatan pembelajaran yang secara otomatis merupakan induk kegiatan penilaian.
Sekolah sebagai suatu institusi yang menaungi semua aktivitas belajar-mengajar, memiliki peranan yang sangat besar dalam upaya melakukan reformasi penilaian, yang memihak pada bagaimana para siswa dapat memperoleh nilai tambah dalam proses pendidikan.
Peran sekolah menciptakan suatu kondisi (kultur) yang kondusif sehingga kegiatan penilaian dapat berjalan sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Sekolah merupakan tempat dimana para siswa diarahkan agar dapat meningkatkan kualitas belajar mereka, dengan mengatakan: “mempromosikan pembelajaran anak-anak merupakan tujuan utama sekolah. Penilaian merupakan jantung dari
proses tersebut. Proses tersebut dapat menyediakan lingkup kerja dimana tujuan pendidikan dapat dibentuk dan kemudian para murid dapat ditabelkan dan dinyatakan.
F.     Penilaian dan Motivasi Belajar Siswa
Motivasi tingkat individu, terdapat komponen penting dari belajar dan penting bagi para guru untuk memahami motivasi para murid yang terkait dengan penilaian, harga diri dan umpan balik. Peserta didik pada dasarnya tergolong ke dalam dua kategori, yaitu:
a.       anak yang cakap, yaitu:
1.      Termotivasi oleh keinginan untuk belajar
2.      Menghadapi tugas yang sulit dengan cara yang fleksibel dan reflektif
3.      Percaya akan berhasil, percaya bahwa mereka dapat melakukannya jika mereka berusaha
4.      Percaya bahwa kecerdasan dapat ditingkatkan
5.      Jika melihat anak lain bekerja keras, mereka tertarik.
b.      anak yang kurang cakap yaitu:
1.      Memiliki motivasi yang biasa-biasa saja
2.      Tampaknya menerima bahwa mereka akan gagal karena mereka tidak cukup cerdas
3.      Percaya bahwa jika sesuatu akan terlalu sulit, tak ada yang bias mereka lakukan
4.      Cenderung menghindari tantangan
5.      Tidak percaya mereka dapat meningkatkan kecerdasan mereka.
Menurut Djaali (2011: 110) Siswa yang motivasi berprestasi tinggi hanya akan mencapai prestasi belajar akademik yang tinggi apabila :
1.      Rasa takutnya kegagalan lebih mudah daripada keinginan untuk berhasil.
2.      Tugas-tugas dalam kelas cukup memberi tantangan tidak terlalu mudah tetapi juga tidak selalu sukar, sehingga memberikan kesempatan untuk berhasil




















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menuju kualitas pembelajaran yang baik, diperlukan sistem penilaian yang baik pula. Agar penilaian dapat berfungsi dengan baik, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka sangat perlu untuk menetapkan standar penilaian yang akan menjadi dasar dan acuan bagi guru dan praktisi pendidikan dalam melakukan kegiatan penilaian.
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu kerjasama yang baik dari beberapa pihak terkait, seperti guru, siswa dan sekolah. Ketiga pihak tersebut memiliki peranan yang berbeda-beda sesuai dengan proporsi masing-masing. Jika masing-masing pihak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana mestinya maka akan tercipta suatu suasana yang kondusif, dinamis, dan terarah untuk perbaikan kualitas pembelajaran melalui perbaikan sistem penilaian.
B.     Saran
Sebaiknya dalam pembelajaran Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam penilaian pembelajaran, yakni:
      1.            Adanya proses yang terencana dan sistematis 
      2.            Adanya tujuan pembelajaran yang akan dicapai, dan
      3.            Adanya informasi atau data sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA

John W. Santrock 2010. Psikologi Pendidikan-Jilid Kedua, Jakarta: PT  Fajar Interpratama.
Jeanne Ellis Ormrod 2008. Psikologi Pendidikan, Jakarta : Erlangga
Djaali. 2011.  Psikologi Pendidikan.  Jakarta: Bumi Aksara.
Hasan, Chalijah. 1994. Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan. Surabaya: Al-Ikhlas.
Purwanto, M. Ngalim. 1984: Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Slavin E Robert, 2008 . Psikologi Pendidikan Teori dan  Praktik. jilid 1.  PT: Indeks, Jakarta.
Zainul, Asmawi dan Noehl Nasoetion. 1995. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Pusat antar Universitas.
http://www.psb-psma.org/content/blog/penilaian-hasil-belajar  diakses 14 September 2011,  23.11 Wita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar