Powered By Blogger

Sabtu, 07 Januari 2012

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL


 
 

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL

 


I. PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Dalam pendidikan, dibicarakan tentang manusia, karena manusia adalah subjek sekaligus objek pendidikan. Manusia sebagai subjek bertanggung jawab untuk membina, memelihara, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan yang ada di dalam masyarakatnya. Tanggung jawab itu tidak mungkin terlaksana dengan baik tanpa kualitas yang baik dari manusia itu sendiri. Hal ini sejalan dengan UUD 1945 yang di dalamnya dinyatakan tujuan membentuk negara kesatuan RI untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut  dijabarkan dalam sistem pendidikan nasional (Indar, 1994:85).
Pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk mencerdaskan manusia, karena manusia yang cerdaslah yang mampu menghadapi segala tantangan kehidupan. Globalisasi dan perkembangan IPTEK yang semakin cepat pada saat ini mengharuskan bangsa Indonesia untuk mempersiapkan manusia-manusia yang berkualitas dan handal untuk menghadapi berbagai tantangan, seperti krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia pada saat ini  Krisis tersebut menyebar ke semua aspek kehidupan bangsa, baik politik, ekonomi, hukum, moral, maupun kebudayaan dan bahkan bidang pendidikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai peran dan konsep pendidikan dalam menghadapi keadaan tersebut.
Konsep-konsep pendidikan pada masa lalu masih memiliki berbagai kelemahan dalam melahirkan manusia-manusia yang berkualitas, karena kebijakan pendidikan masih bertumpu pada kepentingan politik penguasa. Oleh karena itu, pada masa kini diperlukan konsep-konsep baru atau paradigma baru pendidikan untuk menghadapi tantangan-tantangan masa depan yang semakin kompleks.
1
 
 

B. Apa Paradigma itu ?

Kata 'Paradigma" dalam bahasa Inggris adalah "paradigm" yang berarti "model" (Echols dan Shadily, 1992:417). Sedangkan Barker menyatakan bahwa kata "paradigma" berasal dari bahasa Yunani yaitu "Paradeigma", yang juga berarti model, pola, dan contoh. (Barker, 1999:38).
Menurut istilah, Adam Smith mendefinisikan paradigma sebagai cara kita memahami kehidupan, seperti air bagi ikan.
William Harmon menulis bahwa paradigma adalah cara yang mendasar dalam memahami, berfikir, menilai, dan cara mengerjakan sesuatu yang digabungkan dengan visi tentang kehidupan tertentu.
Marilyn Ferguson menyatakan bahwa paradigma adalah kerangka kerja dari pikiran. … sekema untuk memahami dan menjelaskan aspek tertentu dari kehidupan ini.
Sedangkan Barker sendiri mendifinisikan paradigma sebagai seperangkat peraturan dan ketentuan (tertulis maupun tidak) yang melakukan dua hal: (1) ia menciptakan atau menentukan batas-batas; dan (2) ia menjelaskan kepada anda cara untuk berperilaku di dalam batas-batas tersebut agar menjadi orang yang berhasil (Barker, 1999: 38-40).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, tampaklah bahwa paradigma adalah cara dan pola yang mendasari pemahaman, penilaian, peraturan, dan pedoman dalam mengerjakan sesuatu. Jadi, "paradigma baru" berarti cara atau pola baru dalam melakukan sesuatu.
Dengan demikian, bila dihubungkan dengan paradigma baru pendidikan nasional, maka dapatlah dipahami bahwa haruslah ada cara-cara baru atau pola baru dalam pendidikan nasional. Dengan kata lain bahwa kesalahan-kesalahan konsep pendidikan pada masa lalu perlu diadakan pembaruan. dan pembaruan itu harus berorientasi pada kemajuan masa depan.

II.      PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL

Pembaruan pendidikan tidak mungkin terjadi tanpa adanya pembaruan paradigma. Pembaruan paradigma pendidikan nasional harus dapat mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global. Paradigma tersebut haruslah mengarah kepada lahirnya generasi bangsa Indonesia yang bersatu dan demokratis. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan dan penyusunan kurikulum yang sentralistik harus diubah dan disesuaikan dengan tuntutan pendidikan yang demokratis. Demikian pula dalam menghadapi gelobalisasi, maka proses pendidikan haruslah dapat meningkatkan kemampuan berkompetisi di dalam kerja sama, inovatif, dan meningkatkan kualitas. Oleh sebab itu, paradigma baru pendidikan nasional dapat mengembangkan kebhinekaan menuju satu masyarakat Indonesia yang bersatu dan demokratis.
Dengan demikian, paradigma baru pendidikan nasional haruslah dituangkan dalam bentuk kebijakan pemerintah. Kebijakan tersebut dapat dijabarkan dalam berbagai program pengembangan pendidikan nasional secara bertahap dan berkelanjutan (Tilaar, 2000:19).
Berikut ini, dikemukakan sklumit tentang karakteristik paradigma baru pendidikan nasional dari aspek orientasi, strategi, program, dan pengelolaan pendidikan.

A.           Orientasi Pendidikan Nasional

Telah dikemukakan di atas bahwa pembaruan pendidikan (Paradigma baru pendidikan nasional) haruslah berorientasi kemajuan ke masa depan, maka pada bagian ini akan dikemukakan secara singkat tentang hal tersebut.
Gelombang globalisasi dan percepatan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), saat ini sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan sosial dan kebudayaan. Menurut Tirtaraharja (2000:132), perubahan yang cepat tersebut mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai ciri masyarakat masa depan. Ciri-ciri tersebut adalah :
1.  Kecenderungan globalisasi yang semakin kuat.
2.  Perkembangan Iptek yang makin cepat.
3.  Perkembangan arus informasi yang semakin padat dan cepat.
4.  Kebutuhan/tuntutan peningkatan layanan profesional dalam berbagai aspek kehidupan.
Semua hal tersebut di atas telah dirasakan dampaknya masa kini. Jadi pemahaman tentang keadaan masyarakat masa depan itu sangat penting artinya, dalam menentukan dasar kebijakan pendidikan yang berorientasi kemajuan ke masa depan.
Kebijakan dan peran pendidikan yang berorientasi kemajuan ke masa depan itu adalah dapat melahirkan manusia Indonesia yang berkualitas. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang memiliki moral yang tinggi dan intelektual yang memadai untuk mengenal atau menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Manusia berkualitas yang hendak dilahirkan melalui pendidikan itu, tidak mungkin terealisasikan jika pendidikan kita masih berorientasi pada nilai akademik saja, tetapi juga berorientasi pada bagaimana seorang peserta didik mampu belajar dari pengalaman lingkungan, dan kehebatan para ilmuwan, sehingga ia bisa mengembangkan potensi intelektualnya. (Sidi, 2001:26).
Orientasi pendidikan tersebut di atas tidak dapat terlaksana  jika pendidikan kita tidak memiliki visi yang jelas. Sidi (2001:25-27) menawarkan empat visi pendidikan yang harus diterapkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas. Pertama, kita hendaknya mengubah paradigma teaching menjadi learning (mengajar menjadi belajar). Dalam paradigma ini, peserta didik tidak lagi disebut siswa (pupil), tetapi pebelajar (leaner). Jadi peserta didik belajar menyatakan pendapatnya dengan kritis atau bagaimana ia berpikir (learning to think). Kedua, belajar untuk berbuat (learning to do). Jadi target yang ingin dicapai adalah keterampilan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah (how to solve the problem). Ketiga, belajar hidup bersama (learning to lire together). Jadi, pendidikan berorientasi pada pembentukan peserta didik yang mampu menyesuaikan diri dalam masyarakat yang terdiri atas  berbagai latar belakang sosial. Di sinilah peserta didik diarahkan untuk mengenal nilai-nilai seperti, HAM, perdamaian, toleransi, dan pelestarian lingkungan hidup. Keempat, belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Visi ini beorientasi pada usaha untuk menghasilkan manusia yang mandiri, memiliki harga diri, dan tidak hanya mengharapkan materi dan kedudukan. Kelima, metode pengajaran harus membentuk suasana yang mengaktifkan potensi emosional, agar otak kanan terbuka sehingga daya pikir intuitif dan holistik dapat terangsang untuk belajar.

B. Strategi Pendidikan Nasional

Ada beberapa strategi paradigma baru pendidikan nasional yang dikembangkan, antara lain sebagai berikut :
1) Pendidikan dari, oleh, dan bersama-sama masyarakat
Pendidikan "dari masyarakat" berarti bahwa pendidikan haruslah menjawab kebutuhan (needs) dari masyarakat itu sendiri. Pendidikan bukanlah sesuatu yang dituangkan dari atas oleh penguasa, seperti yang terjadi pada masa lampau (orde lama dan orde baru), melainkan sesuatu yang tumbuh dari masyarakat itu sendiri dengan nilai-nilai yang hidup di dalamnya.
Pendidikan "oleh masyarakat" berarti bahwa masyarakat adalah subjek yang harus berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pendidikan. Hal ini bukanlah berarti melepaskan tanggung jawab pemerintah, melainkan pemerintah menjaga dan mengarahkan agar supaya tanggung jawab masyarakat berjalan sebagaimana mestinya.
Pendidikan "bersama-sama masyarakat", maksudnya adalah bahwa masyarakat dapat berpartisipasi di dalam program-program pemerintah yang telah mendapat restu dari masyarakat karena program-program itu lahir dari realitas kebutuhan masyarakat itu sendiri. Penyelenggaraan pendidikan bersama-sama masyarakat bukanlah subordinasi pemerintah kepada masyarakat, melainkan partisipasi pemerintah tidak mengurangi tanggung jawab masyarakat, dan bahkan memperbesar tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan pendidikan. Dan inilah salah satu bentuk community based education (Tilaar, 1999:169).
2) Pendidikan berdasarkan pada kebudayaan nasional
Yang dimaksud dengan pendidikan yang berdasarkan kebudayaan nasional adalah bahwa pelaksanaan pendidikan harus bertumpu pada kebudayaan lokal yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Kebudayaan nusantara merupakan silang budaya antar bangsa telah menampung unsur-unsur terbaik dari budaya luar dan mendapat filter sehingga menghasilkan kebhinnekaan kebudayaan nusantara tersebut. Kebudayaan Hindu, Budha, Barat, dan Islam dapat mempengaruhi atau setidaknya bersinggungan dengan kebudayaan nusantara. Umat Islam sebagai warga negara mayoritas di nusantara ini dapat memberikan konstribusi yang signifikan kepada kebudayaan nasional.
Oleh karena itu, pendidikan yang berdasarkan pada kebudayaan nasional haruslah berpusat pada nilai-nilai budaya tersebut di atas.  Hal ini sangat penting karena kebudayaan meliputi nilai-nilai moral, agama, estetika, spritual, nilai-nilai keterampilan dan nilai-nilai luhur yang telah hidup dalam masyarakat selama berabad-abad lamanya (Tilaar, 2000:92). Jadi, pendidikan yang berdasarkan kebudayaan adalah pendidikan yang mengintegrasikan aspek intelektual dan penguasaan IPTEK dengan aspek-aspek kebudayaan tersebut.
3) Proses pendidikan mencakup proses hominisasi dan humanisasi
Proses hominisasi adalah pengembangan manusia sebagai makhluk hidup. Manusia harus dikembangkan potensinya agar dia mampu mandiri dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Proses humanisasi berarti bahwa manusia dalam hidupnya harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap masyarakat. oleh sebab itu, dia harus menghayati dan melaksanakan nilai-nilai moral yang ada. Nilai-nilai moral itu harus menerangi seseorang dalam mengembangkan potensi intelektualnya dan keterampilannya.
Jadi, proses hominisasi dan humanisasi merupakan suatu kesatuan yang terjadi di dalam kehidupan kebudayaan yang mengandung unsur-unsur universal, partikular dan global. Unsur-unsur kebudayaan itu berada dan berkembang di dalam dimensi spasial dan temporal. Dimensi spasial, kebudayaan mengimplikasikan bahwa kebudayaan itu adalah milik masyarakat. sedangkan dimensi temporal adalah bahwa kebudayaan itu mempunyai masa lalu, kini, dan masa depan. Oleh karena itu, kebudayaan bersifat dinamis dan potensinya harus dikembangkan melalui proses pendidikan (Tilaar, 1999:172).
4) Demokratisasi pendidikan
Demokratisasi pendidikan merupakan tuntutan masyarakat Indonesia baru yang mengandung berbagai unsur, antara lain sebagai berikut :
a. Kebebasan politik, maksudnya bahwa peserta didik harus mengetahui hak-hak politiknya,misalnya hak untuk memilih wakil dan pemerintahnya tanpa paksaan dari pihak manapun.
b.  Kebebasan intelektual artinya menghargai intelektual seseorang adalah salah satu cermin masyarakat yang demokratis.
c.  Kesempatan untuk bersaing, artinya setiap anggota masyarakat mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
d.  Pengembangan kepatuhan pada nilai moral, artinya setiap orang haruslah patuh pada nilai-nilai moral yang mengikat setiap individu pada suatu kelompok.
e.  Mengakui perbedaan (the right to be different).
f.  Percaya kepada kemampuan manusia untuk membina masyarakat yang lebih baik di masa depan.
5)  Kelembagaan pendidikan nasional
Paradigma baru di dalam pengembangan kelembagaan pendidikan haruslah menghidupkan persaingan kualitas yang pada akhirnya menimbulkan dinamisasi lembaga pendidikan tanpa mengabaikan kepentingan peserta didik, orang tua, dan masyarakat (Tilaar, 1999:175).
6)  Desentralisasi pendidikan nasional
Paradigma lama pendidikan yang sentralistik adalah bersifat   totaliterisme dan menghasilkan manusia robot tanpa inisiatif. Hal ini terjadi karena kebebasan berpikir, merumuskan, dan mengemukakan pendapat. Pendapat yang berbeda dengan penguasa tidak mendapatkan tempat sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu, demokratisasi dalam paradigma baru pendidikan mutlak adanya. Salah satu wujud demokratisasi tersebut adalah desentralisasi pendidikan. Desantralisasi pendidikan ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kurikulum, efesiensi, pendapatan, biaya, dan pemerataan pendidikan (Tilaar, 2000:87).
Keterangan tersebut di atas mengindikasikan bahwa desentralisasi pendidikan nasional akan mengembangkan kebudayaan lokal.  Berbagai macam kebudayaan lokal yang ada di nusantara ini akan menjadi bentang dan filter dari berbagai pengaruh kebudayaan global yang negatif. Di samping itu desantralisasi tersebut akan memberdayakan peran masyarakat untuk menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas dan memiliki inisiatif dan kreativitas.

C.           Porgram Pendidikan Nasional

Program pendidikan nasional harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945. dan dijabarkan melalui UU RI No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional.
Menurut Tirtaraharja (2000:268-269) ada lima jenis program pendidikan yang sesuai dengan kondisi masa kini dan dapat mengantisifasi masa depan, yaitu :
1.  Pendidikan umum
2.  Pendidikan keguruan
3.  Pendidikan luar biasa
4.  Pendidikan kedinasan
5.  Pendidikan keagamaan
Selanjutnya, sesuai dengan konsep desantralisasi pendidikan, maka kurikulum yang akan dilaksanakan harus mengandung dua unsur, yaitu unrus-unsur nasional dan unsur-unsur lokal. Unsur-unsur tersebut melahirkan dua macam kurikulum pada setiap lembaga pendidikan, yaitu :
1.  Kurikulum nasional
2.  Kurikulum lokal
Isi kurikulum nasional dinyatakan dalam UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 30 ayat 1 bahwa "isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional".
Sedangkan kurikulum lokal berisikan ciri-ciri khas pada setiap daerah mengenai adat istiadat, bahasa, kesenian, tata krama pergaulan, kebudayaan, kondisi alam, dan lingkungan sosialnya (Tirtaraharja, 2000:271-274). Jadi, tujuan muatan lokal adalah untuk melestarikan kebudayaan daerah dan mengembangkan nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang positif.

D.           Pengelolaan Pendidikan Nasional

Pengelolaan pada dasarnya berarti bagaimana menjaga, mengarahkan, mengevaluasi, dan menyesuaikan rencana-rencana yang telah disusun rapi agar visi pendidikan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara bertahap.
Pengelolaan pendidikan di dalam pelaksanaannya mengacu pada kurikulum nasional dan lokal. Jadi pengelolaan pendidikan meliputi bidang prioritas (Tilaar, 2000:155), yaitu :
1.  Peningkatan kualitas
2.  Peningkatan inovasi dan kreativitas
3.  Membangun jaringan kerja sama (networking), dan
4.  Pelaksanaan otonomi daerah.
Bidang-bidang prioritas tersebut tentu dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik dan  keluasan dan kedalaman bahan ajaran. Jenjang tersebut terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi.

III. Penutup

Dari uraian makalah ini, dapatlah disimpulkan bahwa paradigma baru pendidikan adalah :
1.  Pola atau konsep-konsep baru pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
2.  Tujuan pendidikan adalah untuk melahirkan manusia yang mampu menghadapi berbagai tantangan masa depan.
3.  Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional haruslah memiliki visi yang jelas, strategi-strategi baru, dan konsep-konsep baru dalam proses dan pengelolaan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan IPTEK dan perobahan sosial yang terjadi.

















DAFTAR PUSTAKA

Barker,Joel Arthur.1999. Paradigma Upaya Menemukan Masa Depan.
                  Batam.Interajsara.
Echols,M.John. 1992.Kamus Inggeris Indonesia. Jakarta. Gramedia.
Indar, Djumberansyah. 1994. Filsafat Pendidikan. Surabaya: karya Abditama.

Sidi, Indra Djati .2001. Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan . Jakarta. Paramadina
.
Tilaar, HAR. 1999. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

__________, 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Tirtaraharja, Umar. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar